Mendayung perahu menyusuri setiap lorong waktu,
aku terhenti sejenak.
Mata kecilku menatap ke belakang,
kembali mengayuh,
lalu terhenti.
Kedua mataku terpejam.
Secepat kilat bayangan datang dan membuyarkan seluruh isi otakku.
Satu kerinduan akan kebersamaan.
Tak ada air mata lagi.
Anganku menari, kembali mengikuti gerakan awan.
Aku adalah seorang yang tak memiliki kekuatan
untuk mengetahui apa yang aku inginkan.
Aku terus berlari dan bersembunyi di dalam topeng
yang menutupi wajahku dari realita kehidupan.
Sesekali topeng itu aku lepas dan aku berjalan tegap
menatap setiap mata yang melemparkan sejuta keraguan.
Tak pernah banyak waktu terlewati untuk menjadi diri sendiri.
Di kejauhan aku melihat sebuah pulau yang indah.
Keinginan besar untuk mendekatinya namun selalu terhempas kerasnya ombak.
Aku bisa meraihnya…. Aku berhasil mencapainya…
Lalu, aku terdiam dan gundah.
Keraguan datang.
Ya, mengikatku di atas perahu.
Keberanian itu tak cukup kuat untuk membawa pikiran dan hatiku ke sana.
Satu yang tak pernah berubah, aku akan selalu berhadapan dengan pilihan.
Saat itulah aku menjadi diriku,
mengungkapkan apa yang aku mau,
dan berani mengambil segala resikonya.